Globalisasi
kini seakan menjadi dilema pedang bermata dua bagi kita semua. Di satu sisi globalisasi
mempermudah kita semua dalam mengakses informasi dan saling berkomunikasi;
namun disisi lain, ketika globalisasi tersebut tidak dikelola dengan baik bisa
menjadi bumerang bagi negara dimana akan tergerusnya sifat nasionalisme
masyarakatnya dan yang lebih parah lagi ketika masyarakatnya mulai merasa tidak
memiliki kewajiban atas bela negara.
Sikap nasionalisme dan bela negara
seharusnya menjadi senjata utama untuk meningkatkan martabat suatu negara terutama
dimata dunia. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang dimana masyarakatnya
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap negaranya. Pembentukan karakter
suatu bangsa hingga nantinya tercapai pengimplementasian sikap nasionalisme
memang memerlukan suatu proses yang panjang. Proses pembentukan karakter itu
sendiri, menurut Satrio, bermula dari pengenalan
nilai-nilai secara kognitif, yang
berlanjut dengan penghayatan nilai-nilai secara efektif, yang diharapkan
berujung pada penerapan dan pengamalan nilai-nilai tersebut
secara nyata
dalam kehidupan (praksis).
Sebelum terwujud pengamalan nyata, dalam diri manusia bersangkutan harus bangkit
keinginan ataudorongan alamiah yang sangat kuat (tekad), untuk mengamalkan
nilai-nilai tersebut.
Semangat persatuan yang semakin memudar
akibat tingginya ego masing-masing individu menjadi pemicu terjadinya berbagai
kerusuhan terutama dikalangan pemuda akhir-akhir ini. Kurangnya rasa cinta
damai dan mendahulukan gengsi semakin menggemakan jargon “senggol dikit bacok” dimana menggambarkan tergerusnya kondisi moral
bangsa kita saat ini. Salah satu yang mampu merubah kondisi moral dan
kepribadian seseorang, menurut psikologizone.com
adalah pengaruh budaya, dimana seseorang
akan cenderung mengalami tekanan untuk dapat mengembangkan pola kepribadiannya
sehingga nantinya akan sesuai dengan standar budayanya.
Dimulainya suatu penetrasi kebudayaan
baru untuk memasuki hingga mempengaruhi kebudayaan yang sudah ada tentunya
membutuhkan suatu media. Semakin mudahnya peredaran informasi baik dari media
cetak maupun media elektronik mengharuskan kita terutama pemuda sebagai
generasi penerus bangsa untuk lebih hati-hati dalam menerima informasi
tersebut. Kebijakan untuk tidak hanya menerima informasi sebagai media hiburan
namun juga harus mempertimbangkan dampak dan manfaatnya. Berbagai bentuk kebudayaan
dengan mudahnya ditampilkan di media-media tersebut.
Menurut
Muhammad Iksan, media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan
perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan
media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa,
masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat menjadi masyarakat
yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa mempunyai jaringan
yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang membaca tidak hanya
orang-perorang tapi sudah mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan
pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan
masyarakat. Secara umum dalam
buku-buku ilmu komunikasi, peran (atau lebih
dipersempit sebagai ”fungsi”) media dipadatkan menjadi: membawa informasi, membawa nilai-nilai pendidikan kepada
publik, memberikan hiburan, melakukan
pengawasan sosial, dan memediasi pewarisan nila-inilai (antar-generasi).
Pembentukan karakter bangsa yang lebih
nasionalis dengan memanfaatkan media massa yang ada memanglah tidak mudah.
Masyarakat kebanyakan mungkin sudah mulai terpangaruh bahwa nasionalisme
hanyalah sebatas membela negara ketika isu pertahanan sudah mencuat
dipermukaan. Lunturnya nasionalisme suatu bangsa terutama ketika dipengaruhi
oleh globalisasi melalui media tidak lepas dari kualitas tayangan oleh media
tersebut. Tayangan yang kini kebanyakan media tampilkan hanya menunjukkan drama
percintaan remaja, sinetron romansa, ataupun sinetron hasil jiplakan dari perfilman
negara lain. Sungguh memalukan memang, mengingat media memiliki peran yang
krusial sebagai filter dalam mengelola pengaruh globalisasi yang mungkin bisa
memberikan dampak buruk terhadap kepribadian bangsa terutama sikap nasionalisme
pemuda bangsa kita.
Tayangan-tayangan di pertelevisian
Indonesia yang kebanyakan hasil adopsi dari acara televisi ataupun perfilman
negara asing, sedikit banyak mulai mempengaruhi kepribadian pemuda bangsa kita,
mulai dari gaya hidup, cara berpakaian, hingga makanan yang menjadi ciri khas
asing tersebut dengan bebasnya mempengaruhi para pemuda dan mulai menggerus
sikap nasionalisme mereka yang sebelumnya masih bisa bertahan walaupun tipis
namun tetap masih mempunyai rasa memiliki atas negaranya. Globalisasi yang mulai
massive pada media Indonesia dan
kurangnya kemampuan filter masyarakat
Indonesia atas tayangan-tayangan mungkin saja akan memberikan dampak yang
negatif terhadap sikap nasionalisme penontonnya.
Media seharusnya dapat dimanfaatkan
sebagai sarana dalam meningkatkan sikap kritis masyarakat Indonesia. Ketika
zaman Orde Baru dahulu, tidak pernah terbayangkan kalau masyarakat Indonesia
akan mampu mengkritisi setiap kebijakan yang dilakukan presiden. Presiden
menjadi sesuatu yang terpisah dari masyarakat pada masa itu. Masyarakat kurang
berperan dalam memberikan sumbangsih dalam mengembangkan negaranya. Berbeda
dengan sekarang, media menjadi lebih bebas dalam memberikan kritikan terhadap
sistem pemerintahan sehingga media-media pemberitaan yang ada bisa menjadi
penghubung antara pemerintah dan masyarakat umum. Setiap masyarakat Indonesia
bisa menjadi pengawas pemerintah melalui media. Masyarakat Indonesia terutama
para pemudanya yang mana merupakan penerus bangsa bisa memiliki peran yang
sangat penting dalam membangun Indonesia menjadi lebih baik. Sesuai dengan
konsep nasionalisme berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dimana merupakan
paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air.
Ini artinya ketika masyarakat suatu negara memiliki rasa cinta tanah air, maka
sudah seharusnya mereka akan melakukan sesuatu yang mampu membangun negaranya.
UU Nomor 32 Tahun 2002 pasal 4 tentang
Penyiaran menyatakan bahwa penyiaran
sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Undang-undang
tersebut seharusnya bisa menjadi acuan dalam pembuatan standar penyiaran oleh
media agar lebih mampu menghasilkan produk penyiaran yang lebih berkualitas
serta mampu dimanfaatkan masyarakat Indonesia agar lebih kritis dalam
memanfaatkan media.
Penjabaran
standar yang mungkin bisa dilakukan berdasarkan fungsi penyiaran pada
undang-undang tersebut sebagai berikut:
1.
Media Informasi.
Media yang ada sudah seharusnya tidak hanya menampilkan hiburan semata, namun
informasi yang komunikatif dan kreatif juga diperlukan terutama dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai kearifan lokal Indonesia
itu sendiri.
2.
Pendidikan.
Pemanfaatan media dalam memberikan edukasi nasionalisme serta kebudayaan
terhadap masyarakat terutama para pemuda yang mana lebih banyak mengkonsumsi
produk-produk media massa bisa menjadi solusi yang sangat baik. Namun,
ekspektasi pemuda atas tampilan kemasan penyiaran media yang lebih kreatif
harus dipenuhi untuk lebih meningkatkan minat mereka dalam menerima pesan atau
nilai yang disampaikan media.
3.
Hiburan yang Sehat.
Hiburan yang ditampilkan media seharusnya tidak hanya memberikan manfaat secara
jasmani, tetapi juga bermanfaat bagi jiwa serta moralitas penikmatnya. Ketika
moral bangsa sudah mulai membaik, maka bukan tidak mungkin rasa cinta tanah air
dan nasionalisme mereka akan semakin meningkat.
4.
Kontrol dan Perekat Sosial. Informasi-informasi
yang diberikan media bisa menjadi fungsi kontrol sosial bagi masyarakat dimana
masyarakat dapat memberikan penilaian serta kritik atas sistem yang sedang
berjalan di Tanah Air. Fungsi ini menjadi hal yang sangat utama namun untuk
melaksanakan fungsi ini, ketiga fungsi sebelumnya harus dilakukan sebagaimana
mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Satrio. 2012. “Peran Media
Massa dalam Pembentukan Karakter Bangsa”. http://www.academia.edu/4869875/Peran_Media_Massa_dalam_Pembentukan_Karakter_Bangsa (diakses tanggal 14 September 2014)
Ghazali, Effendi. 2011. “Menuntut Kelengkapan
Peran Media: Tidak Hanya Membawa Tetapi Juga Membongkar Pencitraan”. Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 14, Nomor 3
Iksan, Muhammad & Vita, Mei. 2013.
“Peran Media Massa dalam Pembentukan Karakter”. FKIP Universitas Samawa. http://fkipunsa.ac.id/jurnal/peran-media-massa-dalam-pembentukan-karakter.html (diakses tanggal 22 September 2014)
Psikologi Zone. 2010. “Faktor
Mempengaruhi Perubahan Kepribadian”. http://www.psikologizone.com/faktor-mempengaruhi-perubahan-kepribadian/06511557 (diakses tanggal 14 September 2014)
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang
No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Setiawan, Cahya. 2012. “Faktor-Faktor
Penyebab Lunturnya Nasionalisme (dari Sudut Pandang Sempit”. http://cahya-setyawan.tumblr.com/post/33307776172/faktor-faktor-penyebab-lunturnya-nasionalisme-dari (diakses tanggal 15 September 2014)
Sirampog, Mabruri. 2012. “Tumbuhkan
Semangat Nasionalisme untuk Indonesia Jaya”. http://mabrurisirampog.wordpress.com/2012/05/31/tumbuhkan-semangat-nasionalisme-untuk-indonesia-jaya/ (diakses tanggal 14 September 2014)